Mata Hati dan Cerita Cinta Serta puisi dan Syair cinta

Butiran Butiran Cinta

Bukan hanya pasir atau kerikil yang terdapat butiran butiran .....melainkan kata cinta rasa cinta juga terdapat butiran butiran kecil yang sangat mengandung banyak arti hehehehehe

Cinta tidak memegang peranan, dalam proses pendekatan, courting, dating, atau apapun yang bersifat pre-relationship. Apapun yang dirasakan atau dilakukan pada tahap tidak ada hubungannya dengan cinta, melainkan selalu bersumber pada kombinasi antara gejolak kimia tubuh (hormon), biologis (nafsu), spiritual (rasa keberhargaan), psikologis (rasa menginginkan-diinginkan), dan status sosial (validasi dari kelompok). Karena variabel-variabel tersebut terkesan rumit dan tidak indah, maka manusia menutupinya, menyamarkannya, dan menciptakan sebuah konsep generalisasi yang lebih memuaskan: hubungan romansa dimulai dari perasaan cinta.

Pada esensinya, cinta tidak berbentuk perasaan, melainkan tindakan yang menjalani proses interpretasi. Dalam bahasa sehari-hari, sebelum kita merasa ‘jatuh cinta’, kita melakukan sejumlah tindakan tipikal yang kemudian diinterpretasikan (atau diberi label) sebagai sebuah ‘perasaan cinta’. Seseorang tidak mungkin merasa ‘cinta’ sebelum dia melakukan sesuatu, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Tindakan-tindakan tipikal tersebut bisa dari sesederhana sering membayangkan sang target, mencari-cari kesempatan untuk bersama, memberikan bantuan ini-itu, sampai berkorban perasaan demi sang target idaman, dsb.

Kita belajar hal tersebut lewat media dan contoh-contoh lingkungan lainnya. Mereka mendiktekan sejumlah hal yang romantis, lucu, konyol, dan bodoh yang layak dilakukan ketika hendak mendekati lawan jenis yang menarik. Kita kemudian melakukan hal itu bukan karena terdorong oleh perasaan cinta. Malah justru sebaliknya, kita melakukan supaya bisa merasakan sensasi cinta dan perasaan sejenisnya. Kita memaksa otak kita untuk secara selektif berpikir, “Hei, gue udah ngerjain ini-itu. Rasanya enak, persis gambaran orang-orang. Agak keliatan bodoh dan murahan, tapi karena gue orangnya pinter, ngga mungkin dong mau ngelakuin hal-hal tersebut dengan sendirinya. Well, satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah ini pasti karena gue terdorong oleh cinta. “

Dengan demikian, berlaku formula yang gue sebut Law of Compounding Actions (LOCA) yang berbunyi “Intensitas perasaan cinta berbanding lurus dengan frekuensi tindakan yang diberikan.” Alias, semakin banyak seseorang melakukan tindakan-tindakan tipikal yang sering diinterpretasikan sebagai cinta, semakin bertumpuk efek perasaan cinta yang dia dapatkan terhadap sang lawan jenis. Atau dengan kata lain, setiap tindakan yang kita beri dinterpretasikan oleh otak kita sebagai sebuah investasi, sehingga sesuai dengan logika, kita mengembangkan perasaan khusus pada sesuatu kita hargai, dan terus meningkat seiring pertambahan nilai yang diberikan.

Hanya saja, sedikit sekali yang menyadari Cinta sebagai akibat dari tindakan (atau LOCA), nyaris semua orang menganggapnya sebagai perasaan. Sebagai akibatnya, kita selalu berfokus pada kenikmatan perasaan itu sendiri. Menganggapnya sebagai sebuah ikatan timbul dengan sendirinya, dan akan selalu ada seperti itu tanpa perlu manajemen yang baik. Tenggelam menikmati reaksi, kita lupa memberikan aksi-aksi yang justru pada awalnya memicu reaksi kimia. Sebagaimana efek candu narkotik, kita menjadi semakin egois, pasif, dan menuntut.

Karena cinta tidak lebih dari reaksi candu kimia, atau setidaknya tidak seperti yang dipahami kebanyakan orang, sebenarnya bodoh sekali jika kita berpikir, “Gue udah ngga cinta lagi.” Yang ada adalah kita berhenti melakukan apa yang dahulu biasa dilakukan dan menyalahkan keadaan, kemalasan, keengganan tersebut pada sesuatu yang diistilahkan ‘out of love’, ‘kehabisan cinta,’ cinta yang jenuh,’ dan sejenisnya. Mendasari sebuah hubungan romansa pada seks, perasaan sayang dan cinta (sebagaimana dilakukan oleh pasangan yang belum cukup dewasa) ibarat menyimpan bom yang akan meledak bila waktunya tiba.

Kunci dari sebuah hubungan yang sehat dan stabil adalah LOCA, tapi itupun tidak terjadi dengan sendirinya. Kita hanya bisa bertindak sejauh mana kita mau memutuskannya. Hanya karena dua insan manusia merasa ‘super klik’, itu tidak menjamin mereka diciptakan untuk sebuah hubungan romansa. Satu-satunya yang memastikan sebuah pasangan kontinyu berminat melakukan tindakan romansa adalah adanya kekuatan keputusan dan komitmen bersama. Formula ini juga bernama LOCA, yakni Law of Committed Attachment yang berbunyi, “Resultan tindakan akan terus bermultiplikasi secara infinite sepanjang akselerasi dari variabel komitmen awalnya.”

Cinta tidak lebih dari reaksi dari kedua momentum LOCA yang bekerja sama dilakukan oleh kedua belah pihak. Keduanya perlu memberikan keseriusan pada level yang sama agar hubungan itu terus berjalan dengan penuh gairah. Sekalipun pria Glossy dianjurkan menghindari ekspresi perasaan ngarep dan bergantung pada kekasihnya agar tidak membosankan (atau setidaknya berada dibawah intensitas ekspresi sang wanita kepadanya), namun dia tetap wajib memberikan sikap komitmen yang sama tingginya dengan sikap sang wanita.

Keputusan menciptakan Tindakan, dan Tindakan Yang Berulang-ulang menegaskan Perasaan. Sebuah hubungan romansa yang sehat dapat ditelusuri pada alur sederhana tersebut. Seseorang yang belum bisa memutuskan apa yang dia inginkan tidak akan berakhir pada hubungan romansa yang memuaskan. Lebih jauh lagi, cinta bahkan tidak berperan apa-apa dalam sebuah hubungan romansa. Sebagaimana sudah disebutkan pada poin pertama, cinta hanyalah label simplifikasi nan indah untuk proses yang dijelaskan di atas. Hal inilah yang didekonstruksi dalam workshop/seminar HS agar peserta dapat melakukan upgrade yang diperlukan sebelum mulai memasuki kedua proses LOCA.

Jika dari awal tidak terlihat menyebut-nyebut tentang masalah Selera atau Preferensi (baik fisik maupun psikologis), itu karena menurut gue hal tersebut tidak tergolong dalam faktor berpengaruh dalam percintaan. Berikan saja cukup waktu pada sepasang pria-wanita yang saling bertentangan secara selera, asalkan mereka rajin berkomunikasi terus-menerus (baca: LOCA) dengan normal dan didukung oleh sedikit faktor eksternal lainnya, perlahan-lahan akan terbentuk konektivitas romansa di antara mereka berdua. LOCA memiliki kekuatan yang lebih besar daripada selera dan idealisme manusia. Apalagi jika LOCA dan selera bisa berjalan bersama-sama!

Kita biasa menganjurkan pria agar tidak menembak (menyatakan minat atau rasa suka) sewaktu mendekati lawan jenis karena hal itu biasa dikaitkan dengan sistem paradigma cinta yang kacau dan aneh seperti sudah dijelaskan pada poin-poin sebelumnya. Itu sebabnya gue pribadi lebih suka mengalihkan konsep Cinta kepada Attachment (kelekatan), dan dalam Hitman System kita mengubah istilah Pacar menjadi Partner. Istilah ‘percintaan’ memiliki impreasi yang terlalu serius dan menyakitkan, menciptakan tekanan berlebihan yang seharusnya bisa dihindari. Cinta adalah sebuah rekonstruksi sosial yang lebih memberatkan, daripada mempermudah. Jika kita bisa membongkarnya menjadi realita yang lumayan dimengerti oleh otak manusia, tidakkah itu bisa dibilang membuat peradaban hidup menjadi sedikit lebih baik?

Cinta bukan lagi sebuah kabut mistis yang muncul dan hilang begitu saja. Dia juga bukan benda yang dimiliki (kata benda), melainkan sebuah keputusan yang dilakukan berulang-ulang (kata kerja). Seseorang yang baru saja ‘diputuskan dan kehilangan cinta’ berarti tidak perlu lagi menangisi berbulan-bulan akan cintanya yang hilang. Dia hanya perlu berdamai dengan rasa sakitnya tersebut dalam satu dua minggu, lalu kembali pada setumpuk agenda LOCAL  yang disebarkan dimana-mana. Seiring waktu, perasaan cinta itu akan kembali muncul bersemi, bahkan seringkali lebih mewah dan berkualitas dibanding sebelumnya. Demikian juga pasangan yang sudah merasakan ‘jatuh cinta’ sekarang bisa mengetahui apa saja yang perlu dipelihara agar hubungan romansa mereka tidak menguap hilang begitu saja.
Loading...

0 komentar:

Post a Comment

Post Terkait